Oleh: Mas Ketum
Keluarga Mahasiswa Bangkalan Yogyakarta (KMBY) bukan sekadar organisasi kemahasiswaan; ia adalah rumah sejati bagi anak-anak Bangkalan yang merantau demi ilmu dan harapan. Di tengah hiruk pikuk Yogyakarta, KMBY hadir sebagai pelukan hangat bagi mereka yang datang dengan niat belajar dan membawa rindu akan kampung halaman. Dari Galis hingga Kwanyar, dari Kokop sampai Geger, anak-anak muda Bangkalan bertemu di satu titik yang sama sebuah rumah kecil bernama KMBY. Dan di dalam rumah itu, tumbuh rasa memiliki yang otentik dan kepedulian yang tulus, menjadikannya ruang aman di mana tawa dan keluh kesah bersatu dalam persaudaraan.
Jika ditinjau dalam teori organisasi, KMBY mencerminkan pandangan Chester I. Barnard bahwa organisasi bukan hanya sistem formal, melainkan sistem kerjasama yang hidup karena kesediaan anggotanya untuk berkontribusi. KMBY hidup bukan karena struktur, melainkan karena semangat gotong royong dan keikhlasan anggotanya menjaga nyala rumah ini. Lebih jauh, dalam kerangka organisasi sebagai organisme sosial, KMBY memperlihatkan adaptasi yang berkelanjutan terhadap dinamika anggotanya dimulai dari regenerasi hingga perubahan kebutuhan emosional dan intelektual.
Tidak banyak ruang seperti ini, yang mampu menyimpan kehangatan kekeluargaan, semangat intelektual, dan kecintaan pada akar budaya dalam satu napas. KMBY bukan hanya tempat singgah sementara, tetapi ruang pertumbuhan bagi siapa pun yang bersedia ditempa secara pemikiran, dilembutkan hatinya, dan dikuatkan jiwanya sebagai anak daerah yang kelak ingin kembali memberi arti. Di rumah ini, semua anak Bangkalan, baik yang berasal dari Socah yang ramai maupun Labang yang tenang, duduk sejajar sebagai keluarga yang saling menguatkan.
Dalam perspektif Peter Senge, organisasi ideal adalah learning organization komunitas yang terus-menerus belajar dan berkembang secara kolektif. KMBY telah menjadi ruang tersebut: tempat ilmu bukan hanya dikejar, tetapi juga dibagi; tempat pemikiran dilatih bukan demi debat, tetapi untuk membangun kesadaran kritis sebagai anak daerah yang berdaya. Nilai-nilai seperti empati, kebersamaan, dan pengabdian membentuk kultur organisasi yang tidak sekadar hidup, tapi tumbuh secara bermakna.
Kisah demi kisah tumbuh dari ruang-ruang kecil KMBY ruang silaturahmi yang menghidupkan jiwa, ruang diskusi yang menyalakan pikiran, dan ruang pengabdian yang menyambung cinta kepada tanah kelahiran. Dari kegiatan kebersamaan hingga kajian intelektual dan kerja sosial, semuanya menjelma menjadi fondasi nilai yang kokoh. Banyak dari kami yang belajar memimpin, mengemban tanggung jawab, dan mencintai tanpa pamrih semua itu tumbuh dalam suasana sederhana namun penuh makna. Di sini, setiap pertemuan adalah selebrasi tentang persaudaraan, perjuangan, dan mimpi bersama yang disatukan oleh identitas sebagai anak Bangkalan.
Tentu, seperti rumah mana pun, KMBY tak luput dari tantangan. Pergantian generasi, semangat yang fluktuatif, dan tekanan akademik adalah hal yang nyata. Namun, menurut Etzioni dalam teorinya tentang normative organization, kekuatan suatu organisasi tidak diukur hanya dari struktur atau insentif, melainkan dari nilai dan komitmen moral yang dianut anggotanya. Selama nilai kebersamaan dan tanggung jawab masih dijunjung, KMBY akan terus berdiri sebagai rumah yang bernyawa.
Karena sesungguhnya, KMBY adalah lebih dari sekadar tempat berkumpul. Ia adalah ruang di mana hati-hati bertaut dan semangat dipupuk. Ini adalah rumah kita bersama tempat kita pulang, bertumbuh, dan belajar menjadi manusia seutuhnya. Di sinilah kita memahami makna persaudaraan, cinta tanpa syarat, dan komitmen untuk kelak kembali membawa manfaat bagi tanah kelahiran. Sebab rumah ini tak dibangun dari bata dan semen, melainkan dari cerita, semangat, dan cinta yang dibawa oleh anak-anak Bangkalan dari pelosok desa yang jauh namun memiliki satu tujuan, pulang ke rumah, pulang ke KMBY.
Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Bangkalan Yogyakarta (KMBY)
0 Komentar