Oleh: Rahman Mubarok
Kabupaten Bangkalan, yang terletak di ujung barat Pulau Madura, memiliki posisi geografis yang sangat strategis. Keberadaan Jembatan Suramadu sebagai penghubung utama antara Kota Surabaya sebuah kota metropolitan dan Pulau Madura menjadikan Bangkalan sebagai pintu gerbang pertama yang dilalui oleh siapa pun yang memasuki kawasan Madura melalui jalur darat. Namun, sangat disayangkan bahwa hingga saat ini, Pemerintah Kabupaten Bangkalan belum mengambil langkah strategis dan terencana secara optimal dalam memanfaatkan posisi geografis tersebut untuk memperkuat citra dan identitas budaya Madura secara menyeluruh.
Dalam perspektif hukum pembangunan, seperti yang dijelaskan oleh Friedrich Julius Stahl dan lebih lanjut oleh Satjipto Rahardjo, pembangunan daerah seharusnya berorientasi tidak hanya pada aspek fisik dan ekonomi, tetapi juga pada penguatan nilai-nilai budaya dan karakter lokal. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pembangunan berbasis potensi dan kearifan lokal. Oleh karena itu, Bangkalan memiliki dasar hukum dan mandat untuk mengembangkan dirinya sebagai pusat identitas budaya Madura.
Sebagai pintu masuk utama ke Madura, Bangkalan seharusnya mampu menciptakan kesan pertama yang kuat melalui suatu bentuk "kejutan budaya" yang otentik yang mencerminkan karakter, nilai-nilai, dan semangat masyarakat Madura. Salah satu bentuk konkret dari pendekatan ini adalah melalui pembangunan monumen ikonik atau instalasi budaya berskala besar yang terletak di kawasan strategis pertengahan, antara perbatasan Kecamatan Burneh dan Trageh setelah melintasi Jembatan Suramadu. Lebih tepatnya di Daerah lampu merah Desa Masaran Kematan Trageh.
Monumen yang dimaksud dapat berupa Monumen Suramadu Besar, yang diapit oleh representasi ikon budaya dari masing-masing kabupaten di Pulau Madura, seperti:
• Tugu Tatenger dari Kabupaten Bangkalan,
• Tugu Trunojoyo dari Kabupaten Sampang,
• Tugu Arek Lancor dari Kabupaten Pamekasan,
• dan Tugu Keris dari Kabupaten Sumenep.
Dengan desain yang terintegrasi secara estetis dan naratif, monumen ini akan menyampaikan pesan kuat bahwa masyarakat Madura menjunjung tinggi nilai persaudaraan, sebagaimana tertuang dalam filosofi “Salam Settong Dere.” Dengan demikian, monumen ini tidak sekadar menjadi simbol visual, tetapi juga perwujudan konkret dari nilai-nilai budaya yang selama ini hanya hidup dalam wacana verbal.
Lebih lanjut, Monumen Suramadu Besar juga dapat menjadi simbol panjangnya perjuangan dan semangat masyarakat Madura dalam menempuh pendidikan (tolabul ilmi) maupun dalam berwirausaha dan berdaya saing di bidang ekonomi. Ia merepresentasikan optimisme dan tekad kolektif menuju masa depan yang lebih baik. Selain aspek simbolik, kawasan ini dapat dikembangkan menjadi pusat transit wisata terpadu yang dikelola secara kolaboratif oleh empat kabupaten di Pulau Madura. Di lokasi tersebut dapat disediakan:
• Fasilitas penginapan seperti hotel dan guest house,
• Armada transportasi wisata berupa bus pariwisata,
• Dan sistem terpadu yang mewajibkan wisatawan untuk transit terlebih dahulu di lokasi ini sebelum melanjutkan perjalanan ke destinasi lain di Madura.
Strategi ini akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bangkalan, sekaligus membangun sinergi antardaerah dalam kerangka pembangunan wilayah berkelanjutan.Sebagai bagian dari penataan wajah kota, Pemerintah Kabupaten Bangkalan juga perlu melakukan revitalisasi tata ruang di titik-titik strategis, seperti kawasan Stadion Gelora Bangkalan. Alih-alih menempatkan miniatur Jembatan Suramadu yang kurang relevan secara tematik, lebih tepat jika dibangun patung monumental bertema olahraga, misalnya patung pemain sepak bola yang sedang menendang bola. Atau Bupati memegang bola dan bersalto. Representasi ini akan lebih kontekstual, estetis, dan menggambarkan identitas lokal yang konsisten.
Melalui pendekatan ini, Bangkalan tidak hanya akan menjadi jalur lintasan menuju wilayah lain di Madura, tetapi akan menjelma menjadi etalase budaya yang memperlihatkan karakter, semangat, dan kebanggaan masyarakat Madura secara menyeluruh. Upaya ini memerlukan sinergi antara pemerintah daerah, akademisi, pelaku seni dan budaya, serta masyarakat sipil, sebagaimana diamanatkan dalam prinsip partisipasi publik dalam pembangunan daerah.
Dengan demikian, Bangkalan dapat dan harus menjadi wajah pertama yang mencerminkan keunikan dan kekuatan Pulau Madura di mata pengunjung dari luar. Momentum ini tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja, karena pembangunan berbasis identitas lokal adalah investasi jangka panjang bagi masa depan Madura secara keseluruhan.
Rahman Mubarok Panglima Tempur KMBY
0 Komentar